MAKALAH KONSEP PENDIDIKAN DALAM
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Di Buat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing : Ida Zahara Adibah, S.Ag,
M.SI
Oleh : Siti Munawaroh NIM (12.61.0098)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN
GUPPI UNGARAN
2014
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayahnya semata sehingga kami dapat menyelesaikan makalah”Konsep
Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam” tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih kepada mereka yang telah membimbing, memberi saran,
memotivasi serta dukungan, baik dukungan material maupun
spiritual kami sampaikan kepada:
1) Ida Zahara Adibah, S.Ag, M.SI selaku
dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan kami demi
terwujudnya makalah ini.
2)
Sahabat-sahabat Mahasiswa, dan seluruh pihak yang membantu pembuatan makalah
ini.
Sekalipun penulisan Makalah ini kami upayakan seoptimal mungkin, kami sangat
menyadari kelemahan kami sebagai manusia, karena bagaimanapun juga tak ada
gading yang tak retak begitu juga dengan Makalah ini.
Harapan penulis, semoga usaha ini bermanfaat bagi seluruh kalangan dan di catat
sebagai amal yang baik.
Magelang, 3
Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar
Belakang............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
A. Kerangka
Teori............................................................................................5
B. Pembahasan................................................................................................8
BAB III
PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan...............................................................................................16
Daftar Pustaka......................................................................................................17
BAB.I.PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan, ternyata memiliki peranan yang sangat penting bahkan paling
penting dalam mengembangkan peradaban Islam dan mencapai kejayaan umat Islam.
Dilihat dari formalnya, pendidikan memang menjadikan sarana kemampuan manusia
untuk dibahas dan dikembangkannya. Dalam persoalan kemajuan peradaban dan umat
Islam, kemampuan manusia ini harus menjadi perhatian utama, karena ia menjadi
penentunya. Ini berarti kajian pendidikan berhubungan langsung dengan
pengembangan sumber daya manusia yang belakangan ini diyakini lebih mampu
mempercepat kemajuan peradaban, daripada sumber daya alam.
Pendidikan pada umumnya ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam filsafat pendidikan,
yakni nilai atau norma yang dijunjung tinggi oleh suatu lembaga pendidikan.
Sayangnya, dasar filosofi ini terkadang belum terkonsep secara jelas oleh
pelaksana pendidikan. Selain itu, pendidikan juga diperlukan dan dilakukan
pertama kali oleh anggota keluarga, terutama orang tua terhadap anak-anak
mereka. Dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, oleh karena
keterbatasan waktu dan fasilitas yang dimiliki orang tua, akhirnya didirikanlah
lembaga pendidikan dengan maksud untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Lembaga
pendidikan didesain dengan mempertimbangkan edukatif agar proses kependidikan
berlangsung dengan mudah, murah, dan sukses sesuai tujuan yang disepakati dan
ditetapkan bersama antara guru, lembaga pendidikan, dengan keluarga. Jika ditarik
pada wilayah politik kenegaraan, kesepakatan ini menjadi keputusan nasional
yang dirumuskan menjadi tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, kunci kea rah masa depan yang lebih baik adalah
pendidikan. Pendidikan merupakan bentuk investasi yang paling baik. Maka,
setiap negara muslim mengalokasikan porsi terbesar dari pendapatan nasionalnya
untuk program-program pendidikan. Bila umat Islam memang bermaksud merebut
peranan sejarahnya kembali dalam percaturan dunia, kerja pertama yang harus
ditandinginya adalah membenahi dunia pendidikan Islam.
Membahas tentang kemajuan pendidikan maka tidak terlepas dari proses
pendidikan. Dalam makalah ini akan mencoba untuk mengetahui tentang proses
pendidikan yang dilaksanakan dalam pendidikan Islam ditinjau dari filsafat
pendidikan Islam.
- Pengertian Filsafat dan Filsafat Pendidikan
Perkataan filsafat berasal dari dua patah kaa bahasa Yunani, yaitu “philos”
dan “sophia”. Secara etimologis. Philos berarti cinta (loving
dalam bahasa Inggris), sedang sophia berarti kebijaksanaan (wisdom
dalam bahasa Inggris), atau kepahaman yang mendalam. Pengertian filsafat
menurut bahasa aslinya adalah “cinta terhadap kebijaksanaan”.
Selanjutnya dalam pengertian yang lebih luas Harold Titus mengemukakan lima
pengertian mengenai falsafat. Mungkin dengan pengertian ini dimaksudkannya
untuk menunjukkan betapa sulitnya untuk merangkum pengertian falsafat itu dalam
sebuah definisi yang lengkap. Ia mengemukakan pengertian falsafat sebagai
berikut:
1.
Falsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara kritis.
2.
Falsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3.
Falsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4.
Falsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti
kata dan konsep.
5.
Falsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli falsafat.
Sedang filsafat pendidikan, menurut John Dewey adalah teori umum dari
pendidikan, landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan (Imam
Barnadib, 1982). Falsafat pendidikan kata Imam Barnadib, adalah ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan
pendidikan dan merupakan penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.
Hubungan antara pendidikan dan falsafat pendidikan menjadi sedemikian
pentingnya, sebab ia menjadi dasar yang menjadi tumpuan suatu sistem pendidikan.
Falsafat pendidikan berperanan penting dalam suatu sistem pendidikan karena ia
berfungsi sebagai pedoman bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan
sebagai dasar yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
B. Othanel Smith seperti yang dikutip oleh Mahmud, berpendapat bahwa
filsafat pendidikan bukanlah filsafat umum aau filsafat murni, melainkan
merupakan filsafat khusus atau terapan. Apabila dilihat dari karakteristik
objeknya, filsafat terbagi dalam dua macam, yaitu filsafat umum atau murni, dan
filsafat khusus atau terapan. Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah
kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus mempunyai objek salah
satu satu aspek kehidupan manusia yang penting. Salah satu aspek tersebut
adalah bidang pendidikan. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa filsafat
pendidikan adalah filsafat terapan yang menyelidiki hakikat pendidikan yang
bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara, dan hasilnya, serta
hakikat pendidikan, yang bersangkut paut dengan analisis kritis terhadap
struktur dan kegunaannya.
Filsafat pendidikan meliputi usaha untuk mencari konsep-konsep yang
mengarahkan manusia di antara berbagai gejala yang tentunya mempunyai perbedaan
satu sama lain, sehingga memerlukan suatu proses pendidikan dalam rancangan
yang integral dan terpadu. Di samping itu mengandung juga usaha menjelaskan
berbagai makna yang menjadi dasar segala istilah pendidikan. Filsafat juga
mengemukakan beberapa macam pokok yang menjadi dasar dari konsep-konsep
pendidikan dan menunjukkan hubungan pendidikan dengan bidang-bidang yang
menjadi tumpuan perhatian manusia.
Filsafat memberikan dasar pendidikan, apabila filsafat memberikan berbagai
pemikiran atau pengertian teoritis mengenai pendidikan. Dan dikatakan mempunyai
hubungan yang erat antara filsafat dan pendidikan, bilamana pemikiran-pemikiran
mengenai kependidikan memerlukan penjelasan-penjelasan dan bantuan dari
filsafat untuk membantu penyelesaiannya. Dalam hal ini, pendidikan tidak bisa
eksis tanpa dilandasi pemikiran filosofis.
Jadi dapat dijelaskan, bahwa hakikat pendidikan merupakan pemikiran yang
berlandaskan pada filsafat pendidikan atau sebalinya, filsafat yang diterapkan
dalam berbagai usaha pemikiran dan pememcahan masalah pendidkan. Atau seperti
yang dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba: ‘Filsafat pendidikan merupakan suatu
pemikiran mendalam yang sistematis tentang masalah pendidikan.
- Pendidikan Islam
Di dalam Islam ada dua istilah yang dipakai untuk pendidikan yaitu “tarbiyah”
dan “ta’dib”. Kedua istilah ini mempunyai perbedaan yang mencolok.
Menurut Naquib al-Atas, tarbiyah secara semantik tidak khusus ditujukan untuk
mendidik manusia, tetapi dapat dipakai kepada spesies lain, seperti mineral,
tanaman dan hewan. Selain itu “tarbiyah” berkonotasi material; ia mengandung
arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat,
menjadikan bertambah pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang
sudah matang dan menjinakkan. Adapun “ta’dib” mengacu pada pengertian (‘ilm),
pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Dari itu
katanya “ta’dib” merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk
menunjukkan pendidikan dalam Islam. Nampaknya Naquib melihat “ta’dib”
sebagai sebuah sistem pendidikan Islam yang di dalamnya ada tiga sub sistem,
yaitu pengetahuan, pengajaran dan pengasuhan (tarbiyah). Jadi “tarbiyah”
dalam konsep Naquib ini, hanya satu sub sistem dari “ta’dib”.
Menurut Muhammad As-Said, pendidikan Islam adalah pendidikan Islami,
pendidikan yang punya karakteristik dan sifat keislaman, yakni pendidikan yang
didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran Islam. Hal ini memberi arti
yang signifikan, bahwa seluruh pemikiran dan aktivitas pendidikan Islam tidak
mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan aktivitas
kependidikan Islam haruslah benar-benar merupakan realisasi atau pengembangan
dari ajaran Islam itu sendiri.
Sedangkan menurut Fatah Yasin mengutip pendapat dari HM. Arifin, ilmu
pendidikan Islam adalah teori, konsep dan atau pengetahuan tentang pendidikan
yang berdasarkan Islam. Islam adalah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW. dan
berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia. Rumusan mengenai teori,
konsep dan atau pengetahuan tentang pendidikan bisa diambil dari sumber pokok
ajaran Islam (Qur’an dan Hadis), praktik pendidikan yang dilakukan oleh umat
Islam sepanjang sejarah, dan atau bisa juga diambil dari hasil pemikiran
manusia yang bersifat mengembangkan makna dari sumber pokok ajaran Islam, serta
temuan dari fakta pengalaman empirik dunia pendidikan, kemudian dijadikan
sebagai pedoman normative untuk melaksanakan proses pendidikan Islam.
Lebih lanjut Mahmud mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah aktivitas
bimbingan yang disengaja untuk mencapai kepribadian muslim, baik yang berkenaan
dengan dimensi jasmani, rohani, akal, maupun moral. Pendidikan Islam adalah
proses bimbingan secara sadar seorang pendidik sehingga aspek jasmani, rohani,
dan akal anak didik tumbuh dan berkembang menuju terbentuknya pribadi,
keluarga, dan masyarakat yang Islami.
Menurut Sudiyono bahwa pendidikan Islam sebagian ada yang menitikberatkan
pada segi pembentukan akhlak anak, sebagian lagi menuntut pendidikan teori dan
praktik, dan sebagian lainnya menghendaki terwujudnya kepribadian muslim, dan
lain-lain. Mengutip beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian
pendidikan Islam sebagai berikut:
1.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani,
rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain,
beliau sering menyatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.
Menurut Drs. Burlian Somad, pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat
tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan tujuan itu
adalah ajaran Allah. Secara terperinci beliau mengemukakan, pendidikan itu
disebut pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri khas, yaitu:
a.
Tujuannya untuk membentuk individu menjadi
bercorak diri tertinggi menurut ukuran Al-Qur’an.
b.
Isi pendidikannya adalah ajaran Allah yang
tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya di dalam
praktik hidup sehari-hari sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
3.
menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung,
pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi yaitu:
a.
Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam
masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan
kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri.
b.
Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan
tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
c.
Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan
kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (survival)
suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity)
dan kesatuan (integration) suatu masyarakat tidak akan terpelihara, yang
akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.
Adapun nilai-nilai yang
dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber yaitu: Al-Qur’an,
Sunah Nabi, qiyas, kemaslahatan umum dan kesepatan atau ijma’ ulama-ulama serta
nilai-nilai pikir Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar yaitu
Al-Qur’an dan Sunah Nabi.
d.
Mendidik anak agar dapat beramal di dunia ini untuk memetik hasilnya di
akhirat.
4.
Menurut Syeh Muhammad AN-Naquib Al-Attas, pendidikan Islam ialah usaha yang
dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan
tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang
tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.
Menurut Musthafa
Al-Ghulayaini, bahwa pendidikan Islam ialah menanamkan akhlak yang mulia di
dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk
dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam)
jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk
kemanfaatan tanah air.
6.
Hasil Seminar Pendidikan Islam
se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan:
“Pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Dari berbagai pendapat mengenai pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
sebagaimana dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan
Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep ilmiah dan intelektual
yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Mengalami dan
mengetahui merupakan pangkal dari konseptualisasi manusia yang berlanjut kepada
terbentuknya suatu ilmu pengetahuan.
- Filsafat Pendidikan Islam
Berkenaan dengan filsafat pendidikan Islam, Fadhil Jamily merumuskan
pengertiannya sebagai pandangan mendasar tentang pendidikan yang bersumberkan
ajaran Islam yang orientasi pengembangannya didasarkan pada ajaran tersebut.
Batasan ini menjelaskan bahwa seluruh kajian tentang pendidikan dalam filsafat
pendidikan Islam, harus senantiasa bersumber dari ajaran Islam, sedangkan
orientasi pemikiran dan pengembangannya juga diarahkan untuk tidak menyimpang
dari ajaran Islam.
Zuhairini menyatakan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah studi tentang
pandangan filosofis dari sistem dan aliran dalam Islam, terhadap
masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan muslim dan umat Islam.
Definisi di atas menerangkan bahwa filsafat pendidikan Islam, selain
dipandang sebagai studi filosofis dari sistem dan aliran filsafat Islam, juga
berusaha mengetahui sampai sejauh mana pengaruh keberadaan pendidikan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan umat Islam karena bagaimanapun formulasi
pendidikan Islam, pada akhirnya diharapkan dapat memberikan implikasi positif
terhadap pemecahan problematika umat Islam.
Dari beberapa definisi filsafat pendidikan Islam di atas, Mahmud
menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah pengetahuan yang membahas
segala persoalan yang menyangkut kependidikan yang bersumber pada ajaran Islam,
dengan maksud memperoleh jawaban, dan selanjutnya dipergunakan sebagai arah
pelaksanaan dan pengembangan pendidikan Islam agar berdampak positif bagi kehidupan
umat Islam.
Lebih rinci lagi Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa filsafat pendidikan
Islam adalah:
1.
Pemikiran-pemikiran yang dijadikan landasan atau asas pendidikan,
berdasarkan norma-norma Islam menuju terbentuknya kepribadian Islami.
2.
Pemikiran-pemikiran yang diperlukan guna memberikan penjelasan-penjelasan
untuk membantu merampungkan / memecahkan berbagai masalah dalam pendidikan
Islam.
3.
Perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu,
bagaimana usaha-usaha pendidikan itu dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan
norma-norma Islam.
Dari pengertian filsafat pendidikan Islam di atas, Muhammad As-Said
merumuskan tujuan filsafat pendidikan Islam selain memberikan
penjelasan-penjelasan dan membantu menyelesaikan berbagai masalah pendidikan,
lebih jelasnya dirinci sebagai berikut:
1.
Merupakan landasan atau dasar bagi pendidikan Islam, di samping membantu
atau menunjang terhadap berbagai tujuan bermacam-macam fungsi pendidikan Islam
serta meningkatkan mutu dalam pemecahan problematika pendidikan. Lebih
mengintensifkan tindakan dan memberikan bobot bagi keputusan yang diambil,
termasuk perencanaan pendidikan, begitu juga untuk memperbaiki pembaharuan
pelaksanaan pendidikan serta prinsip dan metode mengajar, yang mencakup
evaluasi, bimbingan dan penyuluhan.
2.
Dari segi lain, filsafat pendidikan Islam membentuk sistem pendidikan yang
khas, yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islami. Nilai-nilai
yang dikembangkan pada masyarakat kaum Muslimin, dengan kebudayaan dan suasana
perekonomian, sosial dan politik serta dengan semua tuntutan pada masa dan
tempat di mana kita hidup sekarang ini.
- Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam tentang Proses Pendidikan
Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan pengertian tentang
proses pendidikan (pengajaran), diantaranya seperti yang dikatakan oleh Hasan
Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang
mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui.
Dari terminologi di atas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan
pengajaran yang meliputi:
1.
Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan
2.
Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan
(pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu
proses belajar mengajar.
Selain pengertian tersebut di atas, Triyo Supriyatno berpendapat bahwa
pembelajaran mengandung dua segi kegiatan, yaitu kegiatan guru melakukan suatu
proses atau menjadikan orang lain (siswa) belajar dan kegiatan siswa melakukan
kegiatan belajar. Dari pengertian ini, pembelajaran dapat disepadankan dengan
istilah teaching-leraning atau traching and learning. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan,
sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran atau
nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai
dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu. Dalam setiap kegiatan
pembelajaran dan atau pengajaran ada empat komponen yang melingkupinya, antara
lain Tujuan Pembelajaran, Materi, Strategi (Metode), dan Evaluasi.
Berbagai definisi belajar telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
1.
Drs. H.M. Arifin, M.Ed., mengatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan
anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran
yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai
bahan pelajaran yang disajikan itu.
Dari definisi di atas
dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons
yang terjadi dalam proses belajar-mengajar, yang menimbulkan perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh.
2.
Belajar adalah proses perumbuhan yang tidak disebabkan oleh proses
pendewasaan biologis. Karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
(baik yang bisa dilihat maupun yang tidak), maka keberhasilan belajar terletak
pada adanya perubahan tingkah laku yang secara relative bersifat permanen.
Belajar yang merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar dalam
Islam. Ajaran Islam mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap belajar.
Nabi Muhammad saw sebagai pendidik agung dari lahir sampai meninggal, dan
menjadikan belajar itu sebagai kewajiban utama bagi setiap muslim, dan bahkan
ayat pertama turun kepada rasulullah adalah suatu perintah untuk membaca.
Dalam pendidikan agama Islam baik proses maupun hasil belajar selalu
interen dengan keislaman, keislaman melandasi aktivitas belajar, menafasi
perubahan yang terjadi serta menjiwai aktivitas berikutnya. Keseluruhan proses
belajar berpegangan pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan sunah serta terbuka
untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang ditilik dari persepsi keislaman.
Sedangkan pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk
menghasilkan perubahan, baik tingkah laku, pengetahuan, ataupun pengeahuan
ketrampilan yang positif. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, dimana
pengajaran lebih menitikberatkan pada proses transformasi pengetahuan,
sementara pendidikan lebih umum dari pengajaran karena di dalamnya tercakup
nilai dan sikap.
Menurut Surachmad seperti yang dikutip oleh Sudiyono mengatakan bahwa
urutan mengajar ditentukan oleh banyak hal, antara lain:
1.
Tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran.
2.
Ketrampilan guru.
3.
Keadaan alat-alat yang tersedia.
4.
Jumlah Murid.
Menurut Glaser, langkah pertama dalam membuat persiapan mengajar adalah
menentukan tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran yang
bersangkutan. Tujuan pengajaran tersebut tidak boleh menyimpang dari tujuan
pengajaran yang lebih luas yang disebut tujuan instruksioanl umum (TIU). Tujuan
instruksional umum tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan yang hendak
dicapai oleh bidang studi, yang terakhir ini disebut tujuan kurikuler (TK).
Selanjutnya tujuan kurikuler harus sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, hal ini harus sejalan dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, yang ini
disebut tujuan institusional (TI). Tujuan institusional harus sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional (TPN).
Langkah kedua ialah menentukan entering behavior. Istilah ini belum
dapat digani dengan istilah dalam bahasa Indonesia. Entering behavior
adalah langkah tatkala guru menentukan kondisi siswanya yang mencakup kondisi
umum serta kondisi kesiapan kemampuan belajarnya. Karena itu, tes awal
(pretest) termasuk ke dalam langkah ini. Kaidah yang mendasari entering
behavior adalah ‘kita tidak boleh mengajari orang yang belum kita kenal’.
Langkah ketiga ialah menentukan prosedur (langkah-langkah) mengajar. Inilah
bagian mengajar yang paling penting, paling sulit dan paling rumit.
Keberhasilan mengajar banyak sekali ditentukan oleh bagian ini. Untuk menentukan
ini mula-mula guru hendaklah mengetahui lebih dulu macam-macam pengajaran
menurut jenis pembinaan yang harus dilakukannya.
Dalam proses belajar mengajar yang aktif adalah siswa yang mengalami proses
belajar. Guru hanya sebagai pembimbing, penunjuk jalan dan pemberi motivasi.
Teori ini bertentangan dengan teori mengajar tradisional yang berpusat pada
kepentingan guru. Teori mengajar modern memberikan kesempatan kepada siswa
memupuk aktivitas belajar sendiri, di mana sistem menghargai pembinaan belajar
siswa tinggi. teori mengajar ini sangat menghargai perbedaan individu. Hal ini
menyebabkan para siswa diberi kebebasan untuk belajar sedangkan guru
mengarahkan dan memberikan stimulant.
Seorang pengajar antara lain memiliki fungsi sebagai komunikator. Ia
berfungsi sebagai sumber dan penyedia informasi. Kemudia menyaring,
mengevaluasi informasi yang tersedia dan mengolahnya ke dalam suatu bentuk yang
cocok bagi kelompok penerima informasi (komunikasi), sehingga kelompok penerima
informasi memahami informasi tersebut sebaik-baiknya dan setepat mungkin.
Islam mengajarkan bahwa dalam menyampaikan pelajaran, seorang pengajar
tidak mendorong pelajarnya untuk mempelajari sesatu di luar kemampuannya. Atau
dengan kata lain bahwa dalam proses belajar mengajar, pengajar harus
memperhatikan keadaan pelajar, tingkat pertumbuhan dan perbedaan perorangan
yang terdapat di antara mereka.
Dalam hal ini para ahli menggolongkan murid ke dalam tiga tipe, yaitu:
1.
Tipe auditif, yang mudah menerima pelajaran melalui pendengaran.
2.
Tipe visual, yang mudah menerima pelajaran melalui penglihatan.
3.
Tipe motorik, yang mudah menerima pelajaran melalui gerakan.
Dalam hubungan ketiga tipe di atas, seorang pengajar harus dapat pula
mempergunakan beberapa metode sehingga dapat mengaktifkan seluruh alat dari
pelajar, baik alat auditif, visual, maupun motoriknya. Karena itu metode di
samping untuk keperluan mentransfer pengetahuan, juga harus dapat berfungsi
sebagai sarana untuk mengembangkan sikap inofatif pada diri pelajar.
Definisi metode mengajar menurut para ahli sebagai berikut:
1.
Hasan Langgulung, metode mengajar adalah cara atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Abd al-Rahman Ghunaimah, metode mangajar adalah cara-cara yang praktis
dalam mencapai tujuan pendidikan.
3.
Al-Abrasy, metode mengajar adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan
pengertian kepada murid-murid tentang segala macam materi dalam berbagai
pelajaran.
Sedangkan pengertian tentang metode pendidikan Islam menurut Langgulung
seperti yang dikutip oleh Ramayulis bahwa penggunaan metode didasarkan pada
tiga aspek pokok, yaitu:
1.
Sifat-sifat dan kepentingan yang berkaitan dengan tujuan utama pendidikan
Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah.
2.
Berkenaan dengan metode yang betul-betul berlaku yang disebutkand alam
Al-Qur’an atau disimpulkan daripadanya.
3.
Membicarakan tentang pengerakan (motivation) dan disiplin dalam istilah
Al-Qur’an disebut ganjaran (sawab) dan hukuman (iqab).
Metode pendidikan Islam memang sangat menghargai kebebasan individu, selama
kebebasan itu sejalan dengan fitrahnya, sehingga seorang guru dalam mendidik
tidak dapat memaksa muridnya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya.
Akan tetapi sebaliknya guru harus bertanggung jawab dalam membentuk karakter
muridnya.
Secara operasional, Islam dalam ajarannya memiliki banyak implikasi
pendidikan, terutama secara metodologis, misalnya sebagai berikut:
1.
Metode mendidik secara berkelompok yang sering disebut metode mutual
education.
2.
Metode mendidik secara instruksional, yaitu yang bersifat mengerjakan.
3.
Metode bercerita dengan cara bercerita, yaitu dengan mengisahkan suatu
peristiwa sejarah lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemunkaran terhadap
perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.
4.
Metode mendidik melalui bimbingan dan penyuluhan.
5.
Metode pemberian contoh dan teladan.
6.
Metode mendidik secara berdiskusi, dengan metode ini pendidikan akan menghantarkan
anak didik pada tingkat pemahaman yang lebih baik.
7.
Metode mendidik dengan cara tanya jawab.
8.
Metode mendidik dengan menggunakan perumpamaan atau metode internal.
9.
Metode mendidik secara targhib dan tarhib, yaitu memberikan pelajaran
dengan dorongan (motivasi) untuk memperoleh kegembiraan dan mendapat kesusahan
jika tidak mengikuti kebenaran.
10. Metode mendidik dengan
cara tobat dan ampunan, yaitu cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi pada
kesegaran hidup dan optimism dalam belajar dengan memberikan kesempatan
bertobat dari kesalahan atau kekeliruan yang telah lampau yang diikuti dengan
pengampunan atas dosa kesalahannya.
Metode-metode yang dikemukakan Al-Qur’an dan Hadis di atas senantiasa
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
1.
Kemampuan psikologis dalam menerima dan menghayati serta mengamalkan ajaran
agama sesuai dengan kondisi usia, bakat, dan lingkungan hidupnya.
2.
Kemampuan pendidik sendiri yang harus siap, baik dalam ilmu pengetahuan
yang akan diberikan maupun sikap mental keguruannya dalam waktu melaksanakan
tugas pendidikan yang benar-benar mantap dan meyakinkan.
3.
Tujuan pendidikan harus dipegang benar-benar sebagai dasar dalam memilih
metode karena metode harus berfungsi untuk mencapai tujuan.
Selain itu sarana mengajar harus pula melihat relevansi antara metode yang
diperlukan dengan bahan pelajaran yang disampaikan. Secara garis besar
bahan-bahan tersebut dapat dikategorikan kepada:
1.
Bahan yang memerlukan pengamatan, dalam hal ini metode yang dapat
dipergunakan seperti metode ceramah dan metode demonstrasi.
2.
Bahan yang memerlukan ketrampilan atau gerak tertentu, dalam hal ini metode
yang relevan adalah metode simulasi atau metode demonstrasi.
3.
Bahan yang mengandung materi berfikir, dalam hal ini metode yang relevan
adalah metode Tanya jawab atau diskusi.
4.
Bahan yang mengandung unsur emosi, dalam hal ini metode yang relevan adalah
metode sosio drama dan bermain peran.
Selain metode di atas, Mahmud mengatakan bahwa dalam konteks proses
pembelajaran sebagai salah satu bagian penting dari pendidikan (termasuk di
dalamnya pendidikan Islam), secara teknis operasional dikenal beberapa metode
pembelajaran, mulai dari yang tradisional konvensional, sampai yang modern
kontemporer. Berikut ini adalah beberapa metode-metode yang sering digunakan:
1.
Metode ceramah, cara mengajar dengan menyampaikan keterangan atau informasi
atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
2.
Metode tanya jawab.
3.
Metode latihan.
4.
Metode proyek, metode ini bertolak dari anggapan bahwa pemecahan masalah tidak
akan tuntas bila ditinjau dari berbagai segi. Setiap masalah perlu melibatkan
berbagai mata pelajaran yang ada kontribusinya bagi pemecahan masalah.
5.
Metode eksperimen, dengan menggunakan metode ini diharapkan anak didik
dapat lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan,
melahirkan kreativitas dan inovasi baru dengan penemuan hasil percobaan, dan
hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
manusia.
6.
Metode penugasan, merupakan metode penyajian bahan yang dilakukan guru
untuk memberikan tugas tertentu agar anak didik melakukan kegiatan belajar.
Tugas yang diberikan guru dapat dilaksanakan di kelas, halaman sekolah,
laboratorium, perpustakaan, bengkel, rumah anak didik, atau di mana saja asal
sesuai bentuk dan jenis tugasnya.
7.
Metode diskusi, merupakan cara penyajian pelajaran yang menghadapkan anak
didik pada suatu masalah, baik berupa pernyataan dan pertanyaan yang bersifat
problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
8.
Metode sosiodrama, tujuan penggunaan metode ini antara lain agar anak didik
dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar cara membagi
tanggung jawab, dapat belajar cara mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan, dan merangsang keras untuk berpikir dan memecahkan masalah.
9.
Metode demonstrasi, digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang hal-hal yang berhubungan dengan upaya mengatur sesuatu, proses, membuat
sesuatu, proses bekerja sesuatu, proses mengerjakan sesuatu, mementingkan suatu
cara dengan cara lain, dan mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
10. Metode problem
solving, metode ini tidak hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga
merupakan suatu metode berpikir sebab daam problem solving dapat
menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai
menarik kesimpulan.
Menurut Bloom, sekurang-kurangnya ada tiga jenis pengajaran, sebagai
berikut:
1.
Pengajaran ketrampilan (psikomotor). Pengertian mendasar tentang
ketrampilan ialah respons otot yang terjadi secara otomatis. Karena itu,
latihan ketrampilan haruslah berupa latihan otot untuk menguasai gerak tertentu
secara otomatis. Gerak ini kadang-kadang amat rumit, contohnya ketrampilan
mengemudikan pesawat terbang. Kadang-kadang kelihatannya tidak rumit, seperti ketrampilan
menendang bola kaki.
2.
Pengajaran yang mencakup dalam ranah kognitif. Di sini ada tiga jenis
pengajaran, yaitu pengajaran verbal, pengajaran konsep, dan pengajaran prinsip.
Pengajaran-pengajaran ini masing-masing mempunyai urutan langkah tersendiri.
Pengajaran verbal ialah pengajaran bahasa. Di sini terdapat banyak prosedur
mengajar, biasanya dikembangkan oleh ahli pengajaran bahasa. Pengajaran konsep
dan prinsip mempunyai banyak teori tentang urutan (langkah) mengajarnya.
3.
Pembinaan afektif. Teori bagian ini ternyata kurang berkembang. Pengajaran
seni, agama, semua pengajaran yang dumaksudkan sebagai pengembangan aspek
afektif amat sulit dijelaskan urutan langkah pengajarannya. Dalam hal ini amat
berbeda dibandingkan dengan pengajaran ketrampilan, verbal, konsep dan prinsip.
Pendidikan Islam mencakup pengajaran umum dan pengajaran agama. Metode
pengajaran untuk pengajaran umum tidak terlalu rumit permasalahannya. Untuk
pengajaran agama, bagian yang menyangkut pembinaan psikomotor dan kognitif juga
tidak terlalu rumit segi perancangan langkah mengajarnya. Mengajarkan cara
berwudlu misalnya, dapat kita gunakan urutan dalam pengajaran ketrampilan,
begitu juga dalam pengajaran membaca Al-Qur’an. Untuk pengajaran konsep seperti
‘apa iman itu’, ‘apa puasa itu’, dan sejenisnya dapat kita ikuti langkah
pengajaran kognitif yang sudah ada.
Dalam pendidikan Islam ada bidang studi agama Islam. Pengajaran agama Islam
mencakup pembinaan ketrampilan, kognitif, dan afektif. Nah, bagian afektif
inilah yang amat rumit itu. Ini menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama
pada umumnya.
Menurut An-Nahlawi seperti yang dikutip oleh Sudiyono bahwa untuk
meningkatkan rasa iman dan rasa beragama, untuk membinanya mempergunakan
beberapa metode, antara lain:
1.
Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi.
2.
Metode kisah Qur’ani dan Nabawi.
3.
Metode amsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi.
4.
Metode keteladanan.
5.
Metode pembiasaan.
6.
Metode ibrah dan mauizah.
7.
Metode tarqib dan tarhib.
Metode-metode tersebut di atas agaknya belum terlalu dikenal oleh buku-buku
Barat. Persoalan kita adalah bagaimana menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada
Allah, rasa nikmatnya beribadah, rasa hormat kepada orang tua dan sebagainya.
Hal ini agaknya sulit ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Di
sini kita mencoba mencari alternative yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan
metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini kita mendidik bukan melewati
akal, melainkan langsung masuk ke dalam perasaan anak didik.
Selain metode di atas, ada juga beberapa metode yang digunakan oleh
Rasulullah dalam mendidik peningkatan rasa iman dan keberagaman, di antaranya
mendidik dengan memanfaatkan peristiwa tertentu dan memanfaatkan perjalanan
untuk membina keimanan.
Sedangkan menurut Sukmadinata, dia merinci ada empat hal pokok dalam proses
pendidikan. Pertama, peranan struktur bahan, dan bagaimana hal tersebut
menjadi pusat kegiatan belajar. Hal yang sangat penting dalam menyusun dan
mengembangkan kurikulum adalah bagaimana memberikan pengertian kepada siswa
tentang sturktur yang mendasar terhadap tiap mata pelajaran. Bagaimana
mengajarkan sturktur mendasar secara efektif, serta bagaimana menciptakan
kondisi belajar yang mendukung hal tersebut. Kedua, proses belajar
menekankan pada berpikir intuitif. Berpikir intuitif merupakan teknik
intelektual untuk mencapai formulasi tentatif tanpa mengadakan analisis langkah
demi langkah. Ketiga, masalah kesiapan dalam belajar. Pada masa lalu,
sekolah banyak membuang waktu untuk mengajarkan hal-hal yang terlalu sulit bagi
anak, karena kurang memperhatikan kesiapan belajar. Keempat, dorongan
untuk belajar serta bagaimana membangkikan motif tersebut.
Kesimpulan
Allah memang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrahnya dengan
memiliki potensi yang dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan
berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari
kemampuan fisiknya yang tidak berkembang.
Meskipun demikian, kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan
kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan
pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha kegiatan pendidikan. Dengan
pendidikan dan pengajaran, potensi itu dapat dikembangkan manusia. Pengembangan
potensi tersebut dilakukan melalui proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar dalam Islam selalu memperhatikan dan menghormati
harkat, martabat dan kebebasan berfikir mengeluarkan pendapat dan menetapkan
pendirian. Sehingga bagi anak didik belajar merupakan hal yang menyenangkan dan
sekaligus mendorong kepribadiannya berkembang secara optimal, sedangkan bagi
guru, proses belajar mengajar merupakan kewajiban yang bernilai ibadah, yang
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt di akhirat.
Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu
ialah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan rasul-Nya. Tetapi pendidikan
muslim tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan proses pendidikan dan
pengajaran. Membina pribadi muslim adalah wajib, karena pribadi muslim tidak
mungkin akan terwujud kecuali dengan pendidikan. Maka pendidikan itu pun
menjadi wajib dalam pandangan Islam.
Daftar Pustaka
Al-Jamily, Fadhil, Menerabas Krisis Pendidikan Islam, Jakarta:
Golden Trayon, 1992.
As-Said, Muhammad, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011.
D. Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Al-Ma’arif, 1974.
Haetami, M. Iqbal, Mendidik Cara Nabi Saw., terjemahan dari Min
Asalib ar-Rasul fi alt-Tarbiyah karya Najib Khalid al-Amir, Bandung:
Pustaka Hidayah, 1990.
Jalaluddin & Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan
Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Mappa, Syamsu, Teori Belajar Mengajar, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.
Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga,
2005.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Radar Jaya Offset, 1998.
Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKis, 2009.
Sudiyono, H.M., Ilmu Pendidikan Islam: Jilid 1, Jakarta: Rineka
Cipta, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek,
Bandung: Remaja Rosdakarya, cet-7, 2005.
Supriyatno, Triyo, Epistemologi Pendidikan Ibn Qayyim al-Jawziyyah,
Malang: UIN-Maliki Press, 2011.
Yasin, A. Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Sukses Offset, 2008.